Senin, 10 Oktober 2016

Listen To The Sound Of My Heart.

“Dengar.. dengar suaraku memanggil namamu!!!
Kau dimana, bisakah kita tetap bersama selalu? Dapatkah aku menggapaimu? Mungkinkah kau juga merasakan yang kurasakan kini?
Ahhkkk… sungguh terlalu…!!! Kau memang berada dekat di sampingku, namun kau terasa jauh…!! Aku hanya bisa mengagumimu dari sini.. yahh, inilah tempat yang cocok untukku agar ku bisa memandangmu sepuasnya!! Rey.. kau yang terindah!!!”

“Ciliaaa… banguunn, woiii bangun dong!! udah malam tauu!! mau terlambat lagi kamu hah?” Terdengar suara Mia memanggilku dari luar kamar. Dia memang seperti itu, galak, emosian, tapi dia baik kok orangnya. Rasanya aku masih malas untuk bangun. Tapi aku tak tahan lagi mendengar Mia tak henti-hentinya menggendor pintu kamarku. Dengan kesal aku pun membukakan pintu untuknya.
“Ngapain sih kamu? Bangunin orang lagi tidur aja.. dasar gak sopan!”
“Iihh, kamu yahh bukannya bilang terima kasih kek udah bangunin malah ngatain aku kayak gitu. Sebel dehh! memangnya kamu gak mau datang yah ke acara ultahnya Veby sebentar?
“Gak tau tuh..” Jawabku sekenanya, kembali aku berbaring di ranjangku membuat Mia tambah naik pitam lagi kayak emak-emak saja.. hehee..
“Whaattt? yang bener lo? Terus buat apa aku capek-capek dandan kayak gini kalau kamunya gak mau pergi sih? Kamu gimana sih, katanya mau pergi, tapi gak jadi.” Dia ngambek terus gak henti-hentinya bikin kupingku panas saja..
“Yahh, aku mau pergi sih sebenarnya.. tapi…”
“Tapi apa?” Tanya Mia kesal.
“Hmm.. tapi kan masih sore.. belum jam 5 kan?”
“Ada baiknya kan udah bersiap-siap dari sekarang. Kan kamu kalo mau siap-siap butuh waktu 100 tahun baru selesai!! udah cepetan bangun sana, jangan tidur melulu.”
“Enak aja lo! Sembarangan aja ngomongnya! Kataku sambil melempar bantal ke arah Mia. Tapi dia bisa menepisnya. Maklumlah, Mia kan jago karate meskipun dia centilnya minta ampun.
“Udah cepatan dong. Jangan pake lama. Aku tunggu sambil main game di laptop yah. Boleh kan?”
“Gak boleh!!” kataku bergurau. Karena gak tahan dengan paksaan Mia, akhirnya aku pun bergegas ke kamar mandi meskipun masih pukul 4.45. Mia menungguku di kamar sambil mengacak-acak laptopku.
Selesai mandi, aku pun meminta Mia memilihkan gaun yang cocok untukku. Dia pun mendandaniku layaknya seorang ibu yang mengurus anaknya. Oh iya aku lupa memperkenalkan diriku.
Hmm, namaku Patricia Gayatri Griffith. Nama panggilanku Cilia. Sekarang aku tinggal di rumah kami di Surabaya. Yang menjagaku selama di sini adalah pembantu kami Mbok Lani dan Bang Ari. Kadang-kadang anaknya Mbok Lani dari kampung datang berkunjung kesini sehingga rumahku jadi sedikit ramai. Maklumlah aku kan kesepian. Kedua orangtuaku ada di Bali karena rumah kami memang di sana. Dan juga mereka mengelolah Hotel kami yang di sana. Aku kuliah di Surabaya karena aku tidak mau mengurus hotel. Aku hanya ingin jadi guru saja. Itulah cita-citaku sejak kecil. Untunglah kedua orangtuaku mendukungku tapi dengan syarat aku harus berhasil lulus dengan nilai yang memuaskan.
Temanku namanya Mia Lestari Sanjay. Kami kenal sejak pertama kali mendaftar di kampus. Dan mulai dari situlah kami menjadi akrab. Rumahnya ternyata tidak jauh dari rumahku, hanya 2 meter saja. Jadi bisa jalan kaki juga kalau mau. Tidak terasa kami sudah memasuki semester 6. Padahal rasanya Ospek baru kemarin.
Hidupku boleh dibilang punya segalanya soal materi. Namun dibalik semua itu ada yang mengusik pikiranku. Yaitu soal cinta!! Yahh sudah 3 tahun aku menjomblo semenjak putus dengan Rey. Sampai sekarang aku masih merindukannya namun apa boleh buat dia sudah pergi meninggalkanku. Hanya kesalah pahaman kecil yang membuat kami harus berpisah. Aku tak tahu apakah aku yang terlalu egois ataukah dia yang terlalu cuek!! sejak itu aku mulai menutup pintu hatiku untuk yang lain. Aku takut mereka akan meninggalkanku lagi sama seperti Rey. Luka hati yang kupendam selama ini melahirkan sebuah trauma yang amat dalam terhadap cinta! walau dalam hati tak bisa kupungkiri aku masih ingin di samping Rey!!
“Nah, udah selesai dandananya. Makin cantik aja nih tuan putri!” Mia menggodaku lagi, aku tersenyum sambil memandangi wajahku di cermin.
“Makasih Mia sayang. Kamu emang paling hebat yah soal yang beginian. Hehehe..”
“Iya, masama tuan putri. Oh iya, kalo gitu kita buruan pergi yuk. Ntar telat lagi ke pesta. Udah jam 6 nih.”
“Oke. Tapi aku mau beresin peralatan make-up aku dulu dong. Kamu tunggu di mobil aja dulu. Nanti aku nyusul kamu.”
“Siipp.. cepetan yah Cil, jangan pake lama!” Dia mengacungkan jempolnya seraya melangkah ke luar dari kamarku. Aku pun membereskan semua peralatan make-upku. Setelah selesai aku menyusul Mia yang sudah menungguku di mobilnya.
“Bang.. aku keluar dulu yah. Jangan lupa tutup pagarnya.” Aku berpamitan pada Bang Ari yang ternyata baru selesai menyiram tanaman di pekarangan. “Oh, iya Non. Hati-hati di jalan Non.” “Iya, Bang. Makasih.”
Akhirnya, kami berdua pun berangkat menuju rumah Veby.
Malam Kelabu
Pesta yang dilaksanakan di rumah Veby begitu meriah. Ternyata sudah banyak teman-teman yang datang, untung saja kami berdua tidak terlambat.
“Hay, Cil.. Mia.. makasih yah udah datang.” Veby menghampiriku dan Mia yang baru saja tiba.
“Hay, Bii.. Mat ultah yah sayang!” Kataku sambil menyalami Veby. Mia juga tak ketinggalan menyalaminya..
“Mat ultah Bii..”
“Iya, makasih. Udah yuk masuk aja ke dalem. Acaranya udah mau dimulai bentar lagi.”
“Oke dehh!” Ucap Mia sambil menggandeng tanganku dan pergi untuk bergabung dengan teman-teman yang lain.
Tak lama kemudian pestanya pun dimulai. Mulai dari kata sambutan dari MC hingga pemotongan dan peniupan lilin semua berjalan lancar. Namun, saat tiba saatnya pada acara pemecahan balon hukuman untuk pasangan, aku dikejutkan oleh pemandangan yang hampir membuatku berteriak histeris.
“Oke, saat ini saya mengundang kedua pasangan yang paling romantis malam ini untuk maju ke depan. Langsung saja Kita panggil, Rey dan laras! Mari beri tepuk tangan yang meriah!” teriak MC dengan semangatnya. Semua bertepuk tangan dan bersorak gembira sambil menggoda mereka berdua.
“Cil.. kirain kamu sama Rey yang akan dipanggil.” Goda Mia padaku.
“Saraap kali lo! udah ahh jangan ungkit masalah itu lagi. Lagian kita berdua udah lama putus kan?” Jawabku kesal.
“Iyaa deh. Maaf, tapi jangan ngambek gitu dong. Nanti cepat tua lohh!!”
“Gak kok. Gak ada gunanya ingat masa lalu.” Lagi-lagi aku berpura-pura cuek, seakan tak peduli dengan apa yang terjadi di depanku saat ini. Aku tertawa namun dalam hatiku aku sangat terluka.
“Baguslah.. hehee..” celetuk Mia.
Di tengah meriahnya pesta malam itu, semua menikmati kegembiraan masing-masing. Namun mereka tak menyangka ada hati yang tengah gundah. Dalam canda dan tawaku ada tangis yang kutahan, dalam senyum bahagiaku ada luka yang kupendam. Hati ini sungguh terluka, aku tersakiti, cinta yang selama ini kusimpan rapat-rapat telah menghancurkanku berkali-kali. Ingin kukubur semua kenanganku bersama Rey, namun apa daya semakin kulupakan semakin aku merindukannya. Hingga sampai pesta selesai, masih terlintas senyum bahagia Rey saat memandang Laras yang di sampingnya. Ingin rasanya aku teriak bahwa bukan Laras yang harus mendapatkan senyum itu tapi aku tak bisa.
Rey.. bisakah kau dengar suara hatiku saat ini? Dapatkah kau merasakannya seperti dulu? Tak bisakah kau beri kesempatan kedua untukku agar ku bisa memperbaiki semua kesalah pahaman di antara kita?
Begitu banyak pertanyaan yang muncul di benakku, namun tak satu pun yang terjawab hingga saat ini!!!

"Selesai.

Tidak ada komentar: